LAYAR NEWS, Makassar – Kota Makassar ditunjuk sebagai tuan rumah pelaksanaan “Building City Resilience through Triangular Cooperation” yang diselenggarakan United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG ASPAC) melalui proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC).
Kegiatan yang berakhir hari ini, 7 Maret 2024, diikuti 100 peserta yang terdiri dari perwakilan 10 kota pilot CRIC. Yakni Bandar Lampung, Cirebon, Samarinda, Banjarmasin, Pekanbaru, Pangkalpinang, Kupang, Mataram, Gorontalo dan Ternate serta Makassar selaku tuan rumah.
Sekretaris Jenderal, UCLG ASPAC, Bernadia Irawati Tjandradewi mengatakan, pihaknya memilih kota Makassar sebagai tuan rumah pelaksana dikarenakan adanya kesamaan konsep visi misi yang diinisiasi langsung oleh Wali Kota Makassar, Danny Pomanto. Yakni ingin membangun kota resiliensi yang Sombere dan Smart City.
Kesungguhan itulah yang dilihat pihak CRIC akhirnya memilih Makassar menjadi rujukan tuan rumah. “Karenanya Makassar sudah paham betul bagaimana membangun kota agar bisa bertahan terhadap kejadian yang menekan ataupun bencana,” katanya dilansir dari laman resmi Pemkot Makassar, Kamis, petang.
Bencana yang menjadi contoh sekaligus atensi seperti bencana banjir, hujan ekstrem, topan badai, puting beliung, kekeringan, urban heat island yang bisa berakibat memperbesar kesenjangan di perkotaan.
“Hal ini menjadikan kota tidak hanya sebagai sumber masalah namun juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi dan membangun ketahanan masyarakat sebagai sumber masalah namun juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi krisis iklim,” ungkapnya.
Director Of Research University Of Gustav Eiffel, Prof Youssef Diab mengungkapkan, dialog para ahli dan sesi pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran peserta mengenai tantangan ketahanan dan hubungan antara fase persiapan menghadapi krisis, antisipasi dan manajemen krisis hingga fase rekonstruksi.
“Ini menjadi peluang pertukaran pengetahuan antara negara-negara di utara dan selatan ini sangat menarik sehingga saya tertarik dengan konteks manajemen risiko di Indonesia. Sehingga, pendekatan serta alat yang diusulkan akan mempertimbangkan interdependensi dan respons terhadap berbagai bahaya,” pungkasnya.