LAYAR NEWS — Upaya penyelamatan berkelanjutan terus dilakukan di wilayah Turki, sembilan hari setelah terjadi gempa bumi dengan kekuatan Magnitudo 7,8 setidaknya tiga wanita dan dua anak-anak berhasil diselamatkan setelah tertimbun oleh reruntuhan bangunan yang ambruk.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (16/2/2023), dua wanita di antaranya berhasil dievakuasi dengan selamat dari balik reruntuhan bangunan di kota Kahramanmaras, Turki bagian selatan pada Rabu (15/2) waktu setempat.
Seorang wanita lainnya dan dua anaknya berhasil diselamatkan dari puing-puing bangunan yang ambruk di kota Antakya pada hari yang sama.
Para petugas penyelamat bertepuk tangan dan saling berpelukan saat ambulans membawa pergi seorang wanita berusia 74 tahun yang berhasil diselamatkan di Kahramanmaras. Seorang wanita lainnya yang juga diselamatkan dari reruntuhan bangunan di kota yang sama disebut berusia 46 tahun.
Kahramanmaras diketahui terletak dekat dengan pusat gempa M 7,8 yang mengguncang pada 6 Februari lalu.
Di wilayah terpisah, tepatnya di Antakya, seperti dilaporkan kantor berita Anadolu, seorang wanita bernama Ela dan kedua anaknya yang diidentifikasi bernama Meysam dan Ali berhasil dievakuasi dalam keadaan hidup dari balik reruntuhan gedung apartemen yang ambruk.
Ketiganya berhasil diselamatkan setelah 228 jam tertimbun puing-puing.
Sejauh ini, total korban tewas akibat gempa di Turki dan Suriah menembus sedikitnya 41.000 orang.
Jutaan orang lainnya di kedua negara membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan banyak korban selamat yang kehilangan tempat tinggal di tengah cuaca dingin dengan suhu udara yang nyaris membekukan. Jumlah korban yang diselamatkan dari reruntuhan pun semakin sedikit, tidak seperti sebelum-sebelumnya.
Beberapa hari terakhir, kisah dramatis bagaimana orang-orang mampu bertahan hidup setelah berhari-hari tertimbun reruntuhan bangunan banyak bermunculan baik di Turki maupun di Suriah. Salah satunya Huseyin Berber (62) yang menderita diabetes, yang berhasil diselamatkan setelah 187 jam tertimbun puing-puing.
Kisah Berber tergolong ajaib di mana dinding pada lantai dasar rumahnya ambruk akibat gempa, namun ditopang oleh keberadaan kulkas dan lemari yang membuatnya masih bisa duduk di kursi dan menggunakan karpet untuk menjaga tubuhnya tetap hangat selama terjebak.
Berber juga masih memiliki persediaan satu botol air minum, dan ketika itu habis, dia meminum air kencingnya sendiri. Berber kini tengah menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Kota Mersin.
“Saya berteriak, berteriak dan berteriak. Tidak ada yang mendengar saya. Saya berteriak begitu keras hingga tenggorokan saya sakit… Seseorang mengulurkan tangan dan disambut oleh tangan saya. Mereka menarik saya keluar dari sana. Lubang tempat saya keluar sangat kecil. Itu membuat saya sedikit takut,” tuturnya.
Fokus penyelamatan korban gempa kini beralih kepada para korban selamat dan banyaknya infrastruktur sanitasi yang rusak atau tidak bisa beroperasi akibat gempa. Otoritas kesehatan setempat menghadapi tugas berat untuk memastikan orang-orang tetap bebas penyakit di tengah pengungsian.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Turki, Batyr Berdyklychev, memperingatkan bahwa kekurangan pasokan air di area terdampak gempa akan ‘meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan wabah penyakit menular’.
Soal situasi di Suriah, WHO juga menyatakan sangat prihatin dengan kesejahteraan orang-orang di Suriah bagian barat laut, yang dikuasai pemberontak dan mendapatkan sedikit akses terhadap bantuan kemanusiaan. WHO meminta Presiden Bashar al-Assad untuk membuka lebih banyak titik perlintasan perbatasan dengan Turki untuk memungkinkan bantuan masuk.