LAYAR.NEWS, Jakarta — Kasus perundungan yang belakangan marak terjadi di kalangan pelajar menjadi perhatian banyak pihak. Tak hanya secara langsung, perundungan ini juga kadang merebak lewat daring.
Anggota Komisi X DPR RI Gamal Albinsaid mengingatkan di tengah perkembangan teknologi digital, salah satu bentuk perundungan secara daring menjadi salah satu hal yang harus diwaspadai.
Menurut jajak pendapat U-Report terhadap 2.777 anak muda Indonesia berusia 14-24 tahun, sebanyak 45 persen diantaranya pernah mengalami perundungan daring.
“Saya pikir itu menjadi salah satu tren perundungan baru di dalam perkembangan teknologi digital dan ini harus kita antisipasi,” kata Gamal dilansir dari laman resmi Parlementaria-DPR RI, Sabtu, 30 November 2024.
“Kita tidak bisa meremehkan perundungan ini, karena bisa berdampak pada gangguan psikis, fungsi sosial, dan juga terjadinya proses gangguan pada proses pendidikan,” jelasnya dalam Kunjungan Kerja Spesifik Bidang Pendidikan Komisi X DPR RI ke Makassar, Kamis, 28 November 2024.
Untuk itu, Politisi Fraksi PKS itu berpendapat perlu adanya penguatan pada aspek regulasi. Diantaranya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 yang diimplementasikan secara baik pada berbagai entitas pendidikan.
“Menurut saya harus adanya kesepakatan bersama di entitas sekolah baik dalam konteks interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan melibatkan semua stakeholder di sekolah,” tutur Gamal.
Mulai dari OSIS, ekstrakurikuler yang secara spesifik mampu berfokus mengatasi masalah perundungan sehingga anak-anak memiliki kesadaran. “Kita tidak bisa meremehkan perundungan ini, karena bisa berdampak pada gangguan psikis, fungsi sosial, dan juga terjadinya proses gangguan pada proses pendidikan,” tegas Gamal.
Lebih lanjut, Gamal menambahkan, dewasa ini banyak sekali berbagai bentuk perundungan di lingkungan yang sekolah, yang acap kali tidak dianggap sebagai suatu bentuk kasus perundungan.
Di antaranya menyebut nama orang tua dari anak, atau memanggil dengan panggilan yang tidak sepatutnya, serta melakukan pengucilan pada teman sekelas. Hal ini lanjutnya, merupakan berbagai jenis perudungan dan seringkali dianggap sesuatu yang lumrah di lingkungan pelajar.
“Selain aspek regulasi dan juga keterlibatan seluruh stakeholder, yang tidak kalah penting adalah disiplin positif. Disiplin positif ini penting untuk dijadikan sebuah tradisi termasuk dimasukkan dalam sebuah kurikulum,” ujarnya.
“tidak ada salahnya ketika kita mewajibkan semua sekolah membahas terkait bullying sebagai salah satu instrumen wajib dalam proses kurikulum pendidik. Sehingga awareness terhadap bullying bisa meningkat,” tandasnya.
Oleh karena itu, Gamal berpesan kualitas guru ke depan menjadi dasar dalam membangun kualitas pendidikan kedepannya. “Maka penting bagi kita untuk memilih orang-orang terbaik menjadi seorang guru,” ucapnya.
“Dan pentingnya menjadikan guru memiliki kesadaran, meningkatkan kesejahteraannya dan memberikan sebuah orientasi bersama, dalam mengatasi perundungan pada level guru menjadi sebuah solusi ke depan,” Gamal menyudahi.