LAYAR.NEWS, Bandung — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat menyebabkan satu orang meninggal dunia dan empat luka-luka.
Banjir sempat menggenangi delapan desa terdampak antara lain Desa Bojongsari, Bojongsoang, Tegaluar, Dayeuhkolot, Citereup, Rancamanyar, Sukamukti, dan Desa Sumbersari.
“Berdasarkan data BPBD Kabupaten Bandung per Jumat, 29 November 2024, pukul 08.00 WIB, banjir masih menggenangi sejumlah lokasi di lapangan,” tulis keterangan dalam siaran pers BNPB yang diterima, Jumat malam.
Ketinggian muka air bervariasi antara 10-70 meter. Sedikitnya 3.103 KK terdampak dan terdapat beberapa warga yang terpaksa mengungsi. Titik pengungsian juga tersebar di tiga lokasi yakni Desa Bojongsoang, Desa Dayeuhkolot, Desa Citeureup.
Banjir yang terjadi pada 21 November ini juga berdampak pada satu orang dinyatakan hilang terbawa arus banjir. Tim SAR gabungan juga telah melakukan operasi pencarian hingga memasuki hari ke tujuh. Operasi pencarian pun dihentikan pada 26 November.
Rapat koordinasi penanganan
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Bencana Hidrometeorologi basah di Gedung Pakuan, Bandung, Jawa Barat pada Jumat, 29 November. Rakor ini digelar dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan potensi bencana hidrometeorologi dan persiapan jelang momen natal dan tahun baru (nataru) di Jawa Barat.
Dalam arahannya, Suharyanto menyampaikan empat strategi untuk menangani banjir di wilayah Bandung. Pertama, para pemangku kebijakan daerah yang memiliki historis kejadian bencana tinggi menetapkan status siaga darurat sesuai dengan prediksi hujan tinggi dari BMKG.
“Penetapan status siaga darurat bukan berarti bahwa sebagai pemimpin itu tidak mampu mengatasi masalah di daerahnya, tapi bagaimana kita berkolaborasi dalam mengatasi masalah bencana, karena ini semua demi mengutamakan kepentingan masyarakat,” ujar Suharyanto.
Kedua yakni dengan melakukan apel kesiapsiagaan untuk pengecekan personel serta logistik dan peralatan yang dimiliki. Hal ini dinilai perlu, mengingat beberapa wilayah di Indonesia sudah memasuki musim penghujan.
“Sebelum puncak musim hujan terjadi, ada baiknya dilakukan pengecekan kemampuan daya dukung sarana dan prasarana guna menunjang kelancaran dalam bertugas dilapangan,” tegas Suharyanto.
Lebih lanjut, ketiga dengan melakukan langkah kesiapsiagaan sesuai rencana kontinjensi dan rencana operasi. Tentu hal ini merujuk pada karakteristik dan historis kejadian bencana di masing-masing daerah.
Langkah kontijensi yang dapat dilakukan kiranya dengan mempersiapkan pengetahuan dalam lingkup kecil yakni keluarga mengenai jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara maupun tempat evakuasi akhir.
“Yang terakhir, untuk daerah yang sudah mengalami bencana untuk segera menetapkan status tanggap darurat,” imbuh Suharyanto.
Dalam kondisi darurat bencana, percepatan penanganan sangat diperlukan. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat terdampak maupun pengungsi juga menjadi perhatian utama.
Usai penetapan status tanggap darurat, akselerasi dapat dijalankan tidak hanya dalam masa tanggap darurat, namun hingga memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.