LAYAR.NEWS, Makassar — Bawaslu Sulsel bersama tim pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 1 dan 2 menandatangani kesepakatan bersama tidak melibatkan anak dalam kampanye.
Deklarasi edukasi politik bertema “Mitigasi Eksploitasi Anak dalam Kampanye” digelar di Kota Makassar, Rabu, 23 Oktober 2024. Selain tim paslon, kesepakatan bersama itu juga ditandatangani NGO dan unsur media.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad mengatakan, kegiatan tersebut digelar oleh Bawaslu Sulsel untuk mengingatkan peserta kampanye dan sejumlah pihak agar mencegah keterlibatan anak dalam kegiatan politik praktis seperti kampanye politik.
“Kita undang masing-masing tim pemenangan calon untuk komitmen bersama mencegah keterlibatan anak-anak dalam kampanye,” ungkap Saiful Jihad kepada jurnalis.
Saiful menjelaskan, alasan anak di bawah umur 17 tahun tidak boleh mengikuti kampanye, karena bisa merusak mental anak. Apalagi karakter anak masih labil dan masih rentan dipengaruhi.
“Mereka ini adalah generasi, jangan sampai ketidaktahuan mereka ikut beramai-ramai, desak-desakan, sehingga bisa berdampak pada anak secara psikologis,” ujarnya.
Meskipun dalam aturan tidak ada sanksi tegas bagi pihak yang membawa anak-anak dalam politik praktis, namun diharapkan semua pihak punya kesadaran bersama terkait hal tersebut.
“Jaga anak kita agar tidak terlalu cepat terkontaminasi antara suka dan tidak suka, itu akan merusak anak secara psikologis. Itulah yang kita harus jaga,” pungkasnya.
Dalam kegiatan itu, Hadir juga Fadilah Mahmud dan Waridah Safrie sebagai narasumber. Fadillah memaparkan, berdasarkan pasal 15 huruf (a) berbunyi, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan kampanye.
“Kenapa eksploitasi anak dilarang, itu masuk kategori perlindungan khusus, karena kalau kita tidak melakukan apa-apa itu akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, apalagi anak rentang dieksplorasi,” paparnya.
Dia menambahkan, alasan anak tidak boleh dilibatkan dalam kampanye politik, karena belum berhak. Anak-anak juga belum memiliki pengalaman yang cukup tentang politik dan isu-isu yang terkait.
“Kampanye politik seringkali melibatkan situasi yang penuh tekanan, konflik, dan kekerasan, yang tidak ideal untuk perkembangan mental dan emosional anak-anak,” ujarnya.