LAYAR NEWS, MAKASSAR – Perusahaan energi penyedia BBM di Indonesia, termasuk Pertamina, Shell, AKR, dan Vivo, serempak menaikkan harga jual BBM non subsidi pada awal Agustus 2024.
Penyesuaian harga ini dilakukan mengacu pada tren harga minyak dunia atau Indonesian Crude Price (ICP) serta nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Pertamina menyatakan bahwa penetapan harga sudah sesuai dengan regulasi yang diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 245.62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga BBM non subsidi.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Basuki Trikora Putra, menjelaskan bahwa penetapan harga BBM non subsidi oleh badan usaha mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kondisi pertumbuhan ekonomi, sektor industri, daya beli masyarakat, serta kelangsungan bisnis badan usaha tersebut.
Basuki menambahkan bahwa banyak variabel yang mempengaruhi harga BBM, termasuk harga minyak dunia, rata-rata produk minyak olahan (Mean of Platts Singapore/MOPS), inflasi, hingga nilai tukar Rupiah. Kenaikan harga BBM non subsidi, menurutnya, dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Ekonom senior Ryan Kiryanto juga menegaskan pentingnya penyesuaian harga BBM non subsidi oleh Pertamina untuk menjaga kondisi keuangan perusahaan. Menurutnya, meskipun harga minyak dunia melonjak sejak Maret 2024, Pertamina masih menahan kenaikan harga, sementara SPBU swasta sudah menyesuaikan tarifnya.
“Penyesuaian ini diperlukan untuk menjaga cash flow perusahaan dan keberlanjutan suplai BBM ke depan,” ujarnya.
Meskipun BBM non subsidi tidak ditujukan untuk masyarakat bawah, kenaikan harga ini tetap dikhawatirkan akan mempengaruhi perekonomian secara langsung maupun tidak langsung.
Ekonom Universitas Hasanuddin, Andi Nur Bau Massepe, menambahkan bahwa dampak kenaikan harga BBM non subsidi terhadap badan usaha belum dapat dipastikan dalam jangka pendek.
“Banyak variabel yang berperan, termasuk efisiensi operasional dan sumber daya manusia di perusahaan,” terangnya.