LAYAR.NEWS, MAKASSAR – Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar webinar Sosialisasi Pencegahan Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) dan Pernikahan Anak Usia Dini, Selasa (10/11/2020).
FGM/C merupakan praktik sunat bagi perempuan. Praktik ini dapat ditemukan di beberapa negara. Salah satunya di Indonesia. Praktik FGM/C di Indonesia dikenal sebagai Pemotongan dan Perlukaan Genital Perempuan (PP2GP).
Kegiatan ini menghadirkan narasumber, Rektor UIN Alauddin Makassar Prof Dr Hamdan Juhannis, Kadis P3APPKB Provinsi Sulawesi Selatan DR dr Fitriah Zainuddin MKes, Dokter Spesialis Bedah Anak RS Dr Wahidin Sudirohusodo Sulmiati Andika SpBA, serta Akademisi UIN Alauddin Makassar Prof Dr Aisyah MA PhD.
Ketua DWP Sulsel, Sri Rejeki Hayat, menyampaikan, masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang jenis sunat pada perempuan, yaitu khifad dan FGM/C.
“Praktik khifad sebenarnya lebih dianjurkan kepada mereka yang tetap ingin melaksanaan sunat bagi perempuan,” ujarnya.
Sri Rejeki Hayat menjelaskan, praktik FGM/C dianggap sangat berbahaya dan tidak dianjurkan baik dari segi agama maupun medis. Bahkan, sunat bagi perempuan dengan menerapkan FGM/C dilarang keras oleh World Health Organization (WHO).
“Karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” jelasnya.
Ia menambahkan, saat ini terdapat kecenderungan pemahaman yang kuat. Misalnya, dalam agama Islam bahwa sunat bagi perempuan lebih kepada tradisi, ketimbang sesuatu yang dianjurkan apalagi diwajibkan oleh agama.
“Sunat bagi kaum perempuan perlu mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya, bukan hanya karena ingin mengikuti kebiasaan dan budaya masyarakat dengan dalih pertimbangan penerimaan sosial masyarakat,” ujarnya.
“Tetapi juga perlu ditekankan, jangan sampai khitanan atau sunat bagi kaum perempuan justru lebih banyak mudharatnya, membahayakan dan mengurangi hak-hak kaum perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai istri atau ibu rumah tangga,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua DWP Pusat, dr Erni Guntarti Tjahjo Kumolo, mengatakan, berdasarkan penelitian, khitanan bagi perempuan merupakan tradisi yang telah berlangsung pada masyarakat kuno untuk kurun waktu yang sangat panjang.
“Dalam banyak ajaran, Islam mengakomodasi tradisi sebelumnya, tetapi dalam waktu yang sama juga mengajukan kritik, koreksi dan transformasi ke arah yang lebih baik. Namun, pada kenyataannya belum sejalan dengan visi dan misi Islam, yakni kemaslahatan dan kerahmatan,” katanya.