LAYAR.NEWS, Makassar — Calon Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan dikabarkan akan dilantik pada Rabu, 9 Oktober 2024, sore. Rencananya Penjabat Gubernur, Zudan Arif Fakrulloh yang langsung melantik tujuh komisioner tersebut.
Hal itu langsung ditanggapi oleh Koordinator Koalisi Jurnalis Peduli Penyiaran, Muhammad Idris. Menurutnya, jika kabar tersebut benar maka Pj Gubernur mengabaikan rekomendasi dari Badan Kehormatan DPRD Sulsel. “Kalau Pj melantik berarti, gubernur langgar aturan,” kata Idris, dalam siaran pers yang diterima, Selasa, 8 Oktober 2024 malam.
Idris menegaskan bahwa pemerintah Sulsel saat ini memaksakan kehendaknya untuk melantik calon komisioner tersebut, padahal jelas cacat prosedural. Sehingga, ia mempertanyakan kapasitas Pj Gubernur Sulsel. Di mana, seharusnya lebih paham tentang aturan. Dan menghormati hasil temuan dari BK DPRD Sulsel.
Selain itu, lanjut dia, salah satu komisioner KPID juga diduga melakukan politik praktis. Di mana ikut bersama salah satu calon gubernur saat sosialisasi di Kabupaten Pangkep. “Bagaimana bisa menghasilkan komisioner yang berkualitas kalau ada kepentingannya?,” tegas Tajannang sapaan Idris. “Pemprov terkesan mengabaikan fakta-fakta yang ditemukan oleh BK DPRD.”
Situasi ini memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk pengamat dan aktivis media, yang menilai bahwa transparansi dan integritas belum menjadi prioritas utama dalam seleksi KPID. Proses yang tidak bersih dan bermasalah ini bakal merusak kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Sementara, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulsel, Andi Muh Sardi menegaskan bahwa Pj Gubernur, Zudan harus membatalkan tujuh nama calon komisioner KPID Sulsel. Pasalnya, ada calon yang diduga melakukan politik praktis. Bahkan, temuan BK DPRD Sulsel jelas ditemukan pelanggaran dalam seleksi uji kelayakan dan kepatutan. “Harusnya Pj membuka mata, jangan hanya karena kepentingan semata melantik komisioner yang bermasalah,” ucap Sardi.
Sardi pun menduga ada keterlibatan Pj Gubernur jika tetap ngotot melantik calon komisioner tersebut. Itu terbukti dengan mengabaikan fakta-fakta dari DPRD Sulsel. Dia juga meragukan kapasitas dari ketujuh nama calon komisioner KPID tersebut, sebab tak ada yang berlatar belakang penyiaran. Padahal, posisi mereka sangat penting demi memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi yang laik. “Kami meragukan kapasitas nama-nama ini bisa memajukan penyiaran ke depannya,” ucap Idho sapaan Sardi.
Sementara itu, Ketua AJI Makassar Didit Haryadi malah mempertanyakan isu pelantikan tersebut dan terkesan ‘tersembunyi’ dan seolah dipaksakan. Selain itu, diduga Pemprov tidak transparan apalagi tanpa mempertimbangkan rekomendasi BK DPRD Sulsel bahwa proses seleksi di Komisi A cacat prosedur. Untuk itu, AJI Makassar menolak nama-nama Komisioner KPID Sulsel yang dikabarkan bakal dilantik sebab cacat prosedural.
“Ada dugaan pelanggaran bila pelantikan itu dipaksakan. Artinya, akan lahir ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah yang melegalkan pelantikan tersebut. Tentu ini menjadi preseden buruk di tengah perbaikan sistem pemerintahan dan keuangan di Sulsel,” tegasnya.
Dugaan pelanggaran seleksi Komisi A DPRD Sulsel
Berdasarkan bukti-bukti pelanggaran yang disetorkan KJPP Sulsel ke BK DPRD Sulsel yakni
Komisi A DPRD Sulsel tidak melakukan Fit And Propert Test secara terbuka. Tidak bekerja sama dengan Jasa Penyiaran Publik, Jasa Penyiaran Swasta, Jasa Penyiaran Komunitas dan Jasa Penyiaran Berlangganan.
Hal ini diatur sesuai Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran di Bab III, Penyelenggaraan Penyiaran, Bagian Ketiga, Jasa Penyiaran, Pasal 13, Nomor 2 dan Penyelenggaraan Penyiaran, Bagian Kedua, Komisi Penyiaran Indonesia, Pasal 10, Nomor 1, tentang syarat menjadi anggota KPI, tertuang dalam huruf f disebutkan memiliki kepedulian, pengetahuan dan atau pengalaman dalam bidang dan huruf i, bukan pejabat pemerintah.
Selanjutnya, poin C, tidak menyiarkan secara langsung proses fit and proper tes, baik di website
resmi DPRD Sulsel dan web resmi KPI Daerah Sulsel. (KJPP telah melakukan penelusuran di web yang bersangkutan dan memang tidak ada bukti live).
Bukti lainnya, sejumlah jurnalis dilarang meliput saat proses fit and proper test dilakukan Komisi A pada 16-17 April 2014 karena digelar tertutup. Bahkan satu dari tujuh komisioner terpilih yang diumumkan Komisi A tanpa sepengetahuan pimpinan DPRD Sulsel masih berstatus ASN.