LAYAR.NEWS, Banyuwangi — Direktorat Kesiapsiagaan BNPB telah menggelar kegiatan Refleksi Gempa Tsunami 1994 Kabupaten Banyuwangi, di Kantor Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Jawa Timur.
Kegiatan yang digelar pada Selasa, 27 Agustus 2024 ini, sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi masyarakat dan juga perangkat daerah khususnya yang bergerak dalam penanggulangan bencana.
Menghadirkan saksi hidup masyarakat yang saat terjadi gempa dan tsunami pada 2 Juni tahun 1994 berhasil selamat, baik itu dari guncangan gempa dengan kekuatan 7.8 SR ataupun selamat menghadapi terjangan gelombang tsunami yang diperkirakan setinggi 13 meter tersebut.
Susilowati salah satu warga yang selamat, mengatakan, pada saat kejadian dirinya berumur 11 tahun atau setara kelas 5 sekolah dasar. Dirinya saat itu bersama kakek dan nenek berada di rumahnya, yang terletak di Pulau Merah. Jarak rumah tidak terlalu dekat dengan pantai.
“Setelah terjadi gempa pada dini hari dirinya langsung tidur karena tidak mengetahui akan datangnya tsunami,” ceritanya pada kegiatan itu dalam siaran pers yang diterima dari Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Kamis, 29 Agustus 2024.
Ketika tsunami tiba, dirinya bersama kakek dan nenek sempat berlari ke luar dan memanjat pohon Sirsak. Rumah pun roboh dihantam gelombang. Sekitar 15 menit kemudian air mulai surut dan warga lainnya datang membantu kemudian bersama-sama mengungsi ke Balai Desa.
Cerita berbeda disampaikan oleh Yeni. Saat tsunami dirinya mengaku masih berusia 11 tahun dan tinggal bersama om dan tantenya. Pada terjangan tsunami waktu itu, dia diselamatkan oleh omnya yang saat itu belum tidur. Yeni selamat karena berpegangan pada material rumah yang saat itu ikut hanyut.
Kemudian ketika mengikuti arus, dirinya tersangkut sehingga dapat bertahan hingga air surut. Sementara itu Eko yang juga salah satu korban selamat, mengatakan. Rumahnya terhantam ombak dua kali. Hantaman pertama rumah masih bisa bertahan namun sudah banyak kerusakan.
Hantaman kedua langsung meluluhlantakkan rumah. “Setelah itu dirinya berenang mengikuti arus air dan menyangkut di kayu serta jerigen yang cukup besar yang dapat menyebabkan dirinya mengapung.”
Berdasarkan cerita pengalaman dari beberapa warga yang selamat, ada hal–hal yang dapat dijadikan pembelajaran dan bekal bagi masyarakat. Antara lain dengan melakukan mitigasi berbasis vegetasi. Yaitu melakukan penanaman pohon yang berakar kuat serta kokoh guna menjadi tempat untuk berlindung ketika tsunami datang.
Dapat juga dengan menyediakan lahan untuk Hutan Pantai yang berisikan Pohon Kelapa, Pohon Cemara, Pohon Pule, Pohon Ketapang, Pohon Mahoni dan Pohon Beringin yang juga dapat dimanfaatkan untuk penahan arus gelombang dan sebagai tempat berlindung.
Selain itu penanaman Mangrove sebagai salah satu upaya pemecah dan penahan gelombang tsunami. Kemudian saat diterjang tsunami, dapat berenang mengikuti arus dan mencari sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mengapung.
Seperti kayu, material rumah, jerigen, galon, dan benda apapun yang bisa menahan agar tidak tenggelam. Atau menaiki pohon yang diperkirakan kuat diterjang oleh gelombang tsunami.