LAYAR NEWS, Klaten – Jumat pagi, 28 Juni 2024, Sukirno membuka lemari bajunya. Dia memilih kemeja terbaik berwarna light cyan dengan celana biru kelasi untuk dipakai dalam rangka memenuhi undangan khusus yang diterimanya beberapa hari sebelumnya.
Dari kediamannya di Desa Tangkil, Kemalang, Kabupaten Klaten, dia bergegas menarik tuas gas sepeda motor yang telah dimodifikasi menuju ke alamat yang tertera di undangannya. Tak lupa juga sepasang kruk kaki dibawanya menuju lokasi acara.
Sukirno adalah seorang penyandang disabilitas. Sehari-hari ia harus menggunakan alat bantuan kruk kaki untuk menunjang mobilitasnya. Meski kedua kakinya tak mampu lagi menopang tubuhnya, namun pria berusia 60 tahun itu tak menganggap hal itu sebagai sebuah halangan dalam berkarya.
Sehari-hari Sukirno bekerja sebagai pengrajin kandang ayam dari bambu. Mungkin sudah puluhan bahkan ratusan kandang ayam yang telah dihasilkan dari keuletan tangannya. Selain itu, Sukirno juga memiliki ladang yang digarap sendiri sebagai tambahan penghasilannya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, Sukirno tiba di Pendopo Kabupaten Klaten bersama sekitar 20-an rekannya yang tergabung dalam Komunitas Difabel Merapi (KDM).
Baginya, itu adalah hari baik. Dapat menghadiri undangan Pemerintah Kabupaten Klaten untuk pertemuan antar relawan Tangguh Bencana dari berbagai kalangan adalah sebuah kehormatan baginya.
Setibanya di pendopo, Sukirno langsung menuju kursi yang telah disiapkan bersama relawan KDM lainnya. Senyumnya membuncah ketika bertemu rekan-rekan yang senasib dengannya. Momentum pertemuan itu jarang sekali terjadi. Di hari-hari biasa, Sukirno hanya menyambung silaturahmi dengan kelompok KDM melalui grup jejaring media di ponsel pintarnya.
Dalam hajat yang khidmat itu, Sukirno dan komunitas KDM lainnya lantas mendengarkan arahan dari Deputi Bidang Pencegahan (Deputi 2) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Prasinta Dewi yang mewakili Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto karena berhalangan.
Pada momentum itu, Deputi 2 BNPB mengatakan bahwa dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat harus melibatkan segala unsur yang ada, baik dari pemerintah, relawan, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan pegiat kebencanaan lainnya.
Dalam upaya peningkatan kapasitas, hal yang harus mendapat perhatian utama adalah mereka yang masuk dalam kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak hingga disabilitas. Menurut Deputi 2 BNPB, kelompok rentan seringkali menjadi korban yang paling terdampak sehingga mereka harus diberikan pendampingan khusus untuk peningkatan kesiapsiagaan.
“Kelompok rentan seringkali menjadi korban paling terdampak dalam situasi bencana, oleh karena itu meningkatkan kesiapsiagaan mereka menjadi suatu keharusan yang mendesak,” kata Prasinta Dewi dalam siaran pers BNPB yang diterima jurnalis, Senin, 1 Juli 2024.
Menurut data kajian risiko bencana, wilayah Kabupaten Klaten memiliki hampir semua jenis ancaman bencana mulai erupsi gunung api, gempa bumi termasuk hidrometeorologi. Oleh sebab itu, penguatan ketangguhan masyarakat melalui pengurangan risiko bencana yang inklusif disabilitas menjadi hal penting dilakukan, tatkala sasaran dari konsep tersebut adalah masyarakat umum.
Selain menjadi objek penanggulangan, kelompok disabilitas juga memiliki peran yang tak kalah penting. Hal itu sebagaimana yang telah dimandatkan dalam Perka BNPB Nomor 14 tahun 2014 tentang Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.
Dari Perka tersebut, maka BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dapat membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) sebagai layanan inklusif bagi disabilitas dalam menghadapi bencana, seperti yang telah dibentuk di Kabupaten Klaten.
Apa yang disampaikan Deputi 2 BNPB secara langsung telah mendongkrak semangat Sukirno dan relawan KDM yang telah dibentuk 11 tahun lalu itu. Baginya, hal itu sekaligus menjadi bukti bahwa pemerintah melalui BNPB dan BPBD secara serius memberi perhatian penuh dan menyertainya mereka sebagai kelompok disabilitas yang tidak hanya menjadi objek sasaran tetapi juga sebagai kelompok yang berpartisipasi aktif sebagai relawan Tangguh Bencana.
“Sebuah kebanggaan bagi kami karena hak-hak difabel diperhatikan. Bahkan kami juga diberikan ruang untuk turut aktif menjadi relawan. Meski dengan keterbatasan, namun semangat kami tinggi apalagi untuk membantu sesama,” ujar Sukirno.
Selepas memberikan arahan, Deputi 2 BNPB yang didampingi Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo kemudian mengajak Sukirno dan rekan-rekannya untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasi.
Dalam forum itu, komunitas KDM menyampaikan rasa terima kasih karena pemerintah telah serius memberikan ruang bagi mereka seperti masyarakat pada umumnya.
Pada kesempatan itu, relawan KDM kemudian mengusulkan bahwa jika nantinya terjadi bencana hingga memaksa warga mengungsi, maka pemerintah diharapkan dapat memberikan ruang khusus yang layak sesuai kebutuhan disabilitas termasuk sarana dan prasarananya.
Gayung bersambut, Deputi 2 BNPB lantas mengamini apa yang menjadi hajat kelompok disabilitas tersebut. Deputi 2 BNPB kemudian mengatakan bahwa salah satu fungsi ULD diantaranya adalah pengolahan data terpilah disabilitas meliputi usia, gender dan jenis disabilitasnya. Kemudian layanan informasi dan rujukan layanan bagi disabilitas, kajian kebutuhan dan potensi penyandang disabilitas pada saat tanggap darurat bencana.
Dilihat dari peran dan fungsi ULD tersebut, maka apa yang menjadi aspirasi komunitas KDM akan menjadi prioritas utama, termasuk seluruh penanganan darurat bagi kelompok disabilitas di Tanah Air.
“Saya memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas upaya tim ULD di Kabupaten Klaten ini demi terwujudnya kesiapsiagaan menghadapi bencana khususnya bagi kelompok disabilitas,” kata Prasinta Dewi.
“Setiap upaya yang kita lakukan sekecil apapun akan berdampak besar bagi masyarakat. Kita adalah bagian penting dari perubahan positif dalam menghadapi bencana,” pungkasnya.
Sebelum menutup forum, Pangarso atau yang sudah dianggap sebagai ‘Panglima Relawan’ menitipkan pesan bahwa jangan pernah menjadikan keterbatasan sebagai alasan untuk tidak berbuat apa-apa demi kebaikan bersama.
Dalam penanggulangan bencana tidak bisa BNPB atau BPBD bekerja sendirian. Penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Oleh sebab itu, seluruh unsur harus terlibat demi menciptakan masyarakat tangguh bencana.
“Kita yang di sini sama dengan yang lain. Tidak ada keterbatasan yang menjadikan alasan untuk tidak berbuat baik. Bencana ini urusan bersama. Bapak dan ibu sekalian menjadi satu bagian yang tidak bisa dipisahkan,” kata Pangarso.
Selepas menyerap aspirasi dari kelompok relawan disabilitas, BNPB kemudian menyerahkan sembako kepada mereka, termasuk dukungan lain guna menunjang mobilisasi dan operasional keberlangsungan relawan disabilitas tangguh bencana.