Layar.news, Makassar – Pakar Lingkungan Universitas Muslim Indonesia (UMI), Dr Andi Tamsil menyebut, aktivitas penambangan pasir laut untuk mempercepat proyek pembangunan Makassar New Port (MNP) tak merugikan dan memenuhi standar lingkungan.
Ia mengaku, penambangan pasir tersebut, justru lebih memenuhi standar lingkungan dibandingkan dengan penambangan pasir laut sebelumnya.
Misalnya terkait lokasi, sebelumnya hanya berjarak kurang dari 1 mil dari bibir pantai, dan sekarang lokasinya, lebih dari 8 mil dari bibir pantai.
Bahkan, penambangan pasir laut tersebut telah dikaji dengan mendalam oleh tim penilai Amdal Sulsel.
“Saya mengikuti mulai dari kerangka acuan amdal sampai selesai, termasuk polemik di masyarakat sampai saat ini. Jadi penambangan yang dilakukan Pemrakarsa dengan mitranya masih sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam dokumen AMDAL dengan baik,” bebernya dalam rilis, Senin (12/10)2020.
Akademisi UMI itu juga berharap aktivitas pertambangan tetap berjalan tidak keluar dari titik koordinat.
“Apa yang dijanjikan sama dengan yang dilakukan, penambangan pasir laut ramah lingkungan dengan prosedur SOP ramah lingkungan. Kita berharap kalau dalam prosesnya ada pihak-pihak yang dirugikan tentu kita berharap kerugian itu menjadi tanggung jawab pemrakarsa,” harapnya.
“Saya juga melihat memang ada pengeruhan saat pengisapan pasir laut tetapi itu tidak lama dan radiusnya juga tidak jauh. Sampai saat ini saya melihat ini masih dalam batas wajar,” sambungnya lagi.
Tamsil juga menanggapi terkait isu penurunan daya tangkap ikan oleh nelayan, dari hasil pantauannya dan berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan, daerah sekitar penambangan bukan daerah tangkapan ikan.
“Saya memang tidak melihat ada nelayan di sekitar sini (lokasi tambang). Hampir tidak ada alat tangkap yang dipasang, jadi data Dinas Perikanan itu betul. Saya tidak melihat ada pihak yang dirugikan dengan aktivitas tambang ini. Disini tidak ada aktivitas nelayan, sampai saat ini masih sesuai izin Amdal,” jelasnya.
Oleh karena itu, Tamsil menyarankan masyarakat maupun aktivis WALHI untuk berkomunikasi dengan baik terkait isu-isu aktual. Pemerintah, kata dia, tidak menutup mata.
“Pemerintah terbuka, jadi saya kira bagus sekali. Saya sebagai tim teknis sekaligus akademisi jika dibutuhkan siap berbagi pengetahuan untuk mencari pengetahuan. Berdasarkan pantauan saat kapal beroperasi dia mengambil pasir di daerah yang ditentukan, dan kapal ini punya alat yang bisa kita kontrol sehingga jika dia keluar dari koordinat maka akan ketahuan,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, peninjauan tambang pasir menempuh jarak kurang lebih 2 jam. Setelah sampai di titik koordinat sesuai yang ditentukan, rombongan memantau aktivitas penambangan sekitar 2 jam lebih dan aktivitas penambangan sesuai dengan amdal.
Fakta di lapangan, sebaran kekeruhan hanya sekitar 300 meter. Bahkan durasi kekeruhan tidak lama hanya sekitar 40 menit hingga 1 jam sudah kembali normal (jernih). Kemudian terkait isu penambangan pasir mempengaruhi gelombang arus yang besar dan sebagainya.(rls)