LAYAR NEWS — Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut berdasarkan hasil survei menunjukkan 96,2 persen isu perubahan muncul di tengah masyarakat setahun menjelang pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra).
“Temuan survei menunjukkan bahwa keinginan perubahan warga Sultra sebesar 96,2 persen. Kami breakdown atau turunkan ke segmen jenis kelamin, hasilnya baik pemilih laki-laki maupun perempuan sama-sama ingin perubahan, di mana pemilih laki-laki sebesar 97,3 persen yang ingin perubahan dan pemilih perempuan sebesar 95 persen,” kata peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman di Kendari, Rabu (22/3/2023).
Survei digelar sepanjang Maret 2023 dengan responden sebanyak 800 warga pemilih di Sulawesi Tenggara. Metode survei adalah wawancara langsung dengan margin of error survei sebesar plus minus 3,5 persen.
Dia menyebut isu perubahan juga mencuat di segmen pemilih berdasarkan perbedaan agama. Baik warga Muslim (95,9%) dan non-Muslim (98) sama-sama menginginkan perubahan.
Keinginan perubahan juga terlihat di segmen tingkat pendidikan. Warga di semua tingkat pendidikan ingin ada perubahan, yakni lulusan SD ke bawah (93,2%), tamat SMP (93,9%), tamat SMA/sederajat (98,9%), dan pernah kuliah (98,2%).
“Dari hasil survei itu, LSI melihat setidaknya ada tiga alasan mengapa keinginan masyarakat Sulawesi Tenggara menginginkan perubahan sangat tinggi,” ujar Ikrama.
Pertama, kata dia, masyarakat menilai kehidupan mereka tidak berubah selama sepuluh tahun terakhir. Sebesar 53 persen publik mengatakan bahwa kehidupan mereka tidak berubah selama lima tahun terakhir dan 2,6 persen lebih buruk. Hanya sebesar 38,7 persen publik yang menganggap kehidupan mereka membaik.
Kedua, penilaian publik terhadap sejumlah aspek, khususnya ekonomi, juga masih rendah. Meski 61,5 persen menilai perekonomian Sultra baik, namun masih ada 34,7 persen responden yang menilai keadaan ekonomi tidak baik dan 2 persen buruk.
“Terakhir, kondisi kemiskinan dan pengangguran dinilai masih menjadi masalah utama. Sebanyak 53,8 persen masyarakat menilai kondisi pengangguran sekarang meningkat jika dibandingkan sebelumnya,” ujar dia.
Lantas, siapa calon gubernur yang menjadi pilihan publik di tengah isu perubahan pada satu tahun sebelum pemilihan gubernur?
Berikut lima besar cagub Sultra pilihan publik hasil survei LSI Denny JA:
- Mantan Pangdam Hassanudin, Mayjen Purn Andi Sumangerukka (17,9%)
- Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa (13,9%)
- Politisi senior Partai Golkar Ridwan Bae (11%)
- Mantan anggota DPD, La Ode Ida (10%)
- Wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas (8,2%)
- Tidak Tahu/Tidak Menjawab (14,7%).
Isu Perubahan bukan penentu
Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif lembaga survei Parameter Publik Indonesia, Ras MD mengatakan momen wacana perubahan selalu menjadi isu yang teratas di Pilkada, tapi bukan penentu kemenangan.
“Seperti halnya yang ditampilkan oleh KCI-LSI menempatkan Andi Sumangerukka di angka 17.9 persen sebagai figur pilihan publik ditengah isu perubahan. Angka ini belum begitu signifikan untuk Andi Sumagerukka (ASR),” jelasnya, Senin, 27 Maret 2023.
“Memang secara normatif jika publik Sultra ditanya, mereka akan menjawab tentang isu perubahan. Tapi tidak hanya sebat itu saja, karena ada varibel lebih dalam lagi untuk melahirkan istilah “kepantasan” dalam pentas Pilgub Sultra,” sambungnya.
Karena itu, Andi Sumangerukka yang berada dalam posisi pertama dalam persepsi figur bisa menjawab isu perubahan hanya 17.9 persen bukanlah angka yang menggembirakan bagi ASR.
“Ya, kalau kita amati kerja-kerja lapangan ASR selama ini dengan capain segitu, tentu bukanlah kabar menggembirakan bagi ASR. Artinya ASR belum berada dalam angka ideal tampil sebagai figur yang kuat di Sultra,” tuturnya.
Kemudian, hasil survei di tahun 2017 lalu, isu perubahan menjelang setahun Pilgub Sultra 2018 sangat besar. Bahkan Rusda Mahmud, mantan Bupati Kolaka Utara dua periode menempati posisi teratas sebagai figur pilihan publik dalam isu perubahan. Hasilnya akhirnya Rusda Mahmud kalah dari Ali Mazi.
“Sehingga saya menilai jika rilis survei KCI-LSI ini hanya sebatas Gimmick politik. Tak menyentuh subtansi politik Sultra yang sebenarnya,” pungkasnya.