LAYAR.NEWS, Makassar — Plh Kepala Dinas Kominfo SP Sulsel, Sultan Rakib mengatakan, bahwa era saat ini menjadi tekanan besar untuk media mainstream atau arus utama seperti koran, TV, radio, majalah, dan media online.
Menurutnya eksistensi media mainstream “terganggu” dengan kehadiran media anti-mainstream dengan ragam platform digital seperti Facebook, Youtube, Instagram, X, Tiktok dan lain sebagainya.
“Seiring dengan perkembangan transformasi digital, media sosial (anti-mainstream) banyak berseliweran. Dan ini melahirkan content creator dan influencer. Ya, ini banyak digandrungi anak muda kita,” ujar Sultan dilansir dari laman resmi Pemprov Sulsel, Rabu, 21 Agustus 2024.
Media sosial, lanjut Sultan, dalam penyajian informasi lebih cepat namun tidak terverifikasi. “Nah bedanya dengan media mainstream informasi yang dihasilkan itu terpercaya, bebas hoax. Inilah bedanya,” kata Sultan.
Konten sosial media itu kreatif dalam menyajikan informasi, di satu sisi media mainstream masih mempertahankan penyajian informasinya yang biasa.
“Namun sudah pasti terpercaya, karena seluruh komponen dalam media mainstream itu menjunjung tinggi etika jurnalisme. Tidak seperti media sosial atau media anti mainstream,” beber Sultan.
Agar tetap eksis, media anti-mainstream harus adaptif dalam menghadapi transformasi digital. Penyajian harus lebih adaptif. “Sehingga audiens masih tetap menjadikan media arus utama ini sebagai sumber informasi yang jelas,” ujar Sultan.
Hal tersebut diungkapkan Sultan dalam agenda Forum Group Discussion (FGD) bertajuk Suara dan Harapan Akademisi dan Insan Media di Daerah (Indonesia Bagian Tengah) terhadap Implementasi Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, di Fakultas Fisip Unhas, awal pekan ini.