LAYAR.NEWS, Jakarta — Kementerian Agama (Kemenag) dan jajaran bersama dengan sejumlah lembaga serelasi telah menyelesaikan Mudzakarah Perhajian Indonesia. Terdapat sejumlah putusan hukum penting terkait penyelenggaraan ibadah haji 2025 mendatang.
Ada tiga isu utama yang dibahas, yaitu: hukum menggunakan nilai manfaat hasil investasi dana setoran awal (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji atau BPIH) untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain, skema tanazul (meninggalkan) mabit di tenda Mina, serta hukum menyembelih dan mendistribusikan hewan dam di luar tanah haram.
“Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain adalah mubah,” ujar KH Aris Ni’matullah di Bandung, dilansir dari laman resmi Kemenag RI, Selasa, 12 November 2024.
Mudzakarah Perhajian Indonesia pada 7 hingga 9 November 2024, diikuti sejumlah ahli fikih dari sejumlah ormas, akademisi, dan praktisi haji. Kegiatan ini juga diikuti oleh para Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Bidang pada Kanwil Kemenag Provinsi.
Menurut KH Aris Ni’matullah, penentuan persentase besaran pemanfaatan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH itu, harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan. Baik bagi jemaah haji masa tunggu (waiting list) maupun jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan.
“Presentasi pemanfaatan juga harus memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jemaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan,” tegasnya.
“Pemerintah (BPKH) memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syariah, skala prioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur,” sambungnya.
Terkait Tanazul di Mina, Mudzakarah Perhajian Indonesia memutuskan bahwa untuk mengurangi kepadatan di area Mina serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping.
Serta para petugas yang mengurus jemaah diberikan keringanan meninggalkan (tanazul) mabit di Mina dan kembali ke hotel tempat tinggalnya di Makkah.
“Jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping dan petugas yang mengurus jemaah adalah berstatus udzur, maka ketika meninggalkan (tanazul) mabit di Mina, hajinya sah dan tidak dikenakan dam,” sebut KH Aris Ni’matullah.
Berkenaan Dam, Mudzakarah Perhajian Indonesia menyebutkan bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air, hukumnya boleh dan sah.
Mudzakarah merekomendasikan Pemerintah membuat pedoman tata kelola Dam Jemaah haji dan memasukan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging hadyu atau dam di luar tanah haram termasuk di tanah air.
“Pemerintah menyosialisasikan hasil putusan ini kepada jemaah haji melalui berbagai forum pertemuan atau sosialisasi dan bimbingan manasik haji baik yang dilakukan Pemerintah maupun KBIHU,” lanjutnya.
“Jemaah atau petugas haji dapat mempedomani ketentuan Penyembelihan dan pembagian daging hadyu atau dam di luar tanah haram termasuk di tanah air,” KH Aris Ni’matullah menyudahi.
Keputusan lebih lengkapnya bisa dilihat di sini: https://kemenag.go.id/informasi/keputusan-mudzakarah-perhajian-indonesia-2024