fbpx
No menu items!
ADVERTISEMENT

UU Omnibus Law Tak Cederai Masyarakat Bawah, Ini Kata Pengamat!

Promo

ADVERTISEMENT

Layar.news, Makassar – Pengamat Pemerintahan dari Universitas Patria Artha (UPA) Makassar, Dr Bastian Lubis menilai Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) aturannya tidak mencederai masyarakat bawah.

UU Omnibus Law tidak seperti yang disangkakan oleh masyarakat saat ini, justru untuk menyederhanakan regulasi dan aturan yang ada, yang dinilai terlalu banyak.

UU Omnibus Law akan menghimpun 76 Undang-undang dari 1.503 pasal menjadi 1 UU dengan 186 pasal.

ADVERTISEMENT

“Setelah saya baca dan cermati dari 15 Bab 186 pasal dan 905 halaman, pada prinsipnya saya setuju dengan beberapa catatan, tentunya. UU Omnibus Law ini untuk merangkum UU yang begitu banyak untuk dihimpun dari 76 Undang-undang dan 1.503 pasal menjadi 1 UU dengan 186 pasal,” ujar Rektor UPA ini saat dihubungi Layar.news, Jumat (9/10)2020.

Baca juga:  Gubernur Sulsel Hadiri Apel Kehormatan dan Renungan Suci 78 Tahun Kemerdekaan

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa UU ini dapat meniadakan aturan yang tumpang tindih dan saling bertentangan.

UU Omnibus Law akan berdampak baik kepada masyarakat, seperti pada penurunan biaya hidup, mempermudah pengurusan izin-izin.

ADVERTISEMENT

Pemberdayaan dan perlindungan UMKM, ketenagakerjaan, perkembangan kawasan ekonomi khusus, daerah berkembang.

Kemudahan berusaha, pengadaan lahan, investasi, mempermudah proyek pemerintah, admintrasi pemerintah, sampai pada perpajakan.

“Ini bisa menciptakan iklim usaha yang kopetitif dan bisa meningkatkan dayasaing dengan negara lain,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT

Selama ini Aturan Diperbanyak

Bastian menuturkan, perkembangan pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini semakin melambat, disisi lain angkatan kerja setiap tahunnya bertambah.

Baca juga:  Sulsel Terima Bantuan 13 Unit Ambulans dan Damkar dari Jepang

Rata-rata berkisar 3,5 juta orang yang memerlukan tempat untuk bekerja agar tidak terjadi gelombang penggaguran.

Sejak awal era reformasi kita selalu mengedepankan tentang demokrasi namun sayangnya, tidak dibarengi dengan adanya upaya untuk meningkatkan ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan rakyat.

Sehingga kata dia, selama ini yang diperbanyak adalah aturan-aturan. Hampir semua institusi membuat aturannya masing-masing.

“Indonesia pun ahkirnya bisa dikatakan menjadi negara 1.001 aturan atau terlalu banyak aturan yang dibuat, seperti jaring sarang laba-laba saja,” ungkapnya.

Bastian mengatakan, aturan-aturan yang selama ini dibuat ini berdampak pada semua sektor kehidupan masyarakat. Sehingga semakin banyak koruptor dan bertambahnya pemborosan biaya disana sini.

Baca juga:  Pengamat Nilai Rapid Test Gratis Pemprov "Tidak Jelas"

“Ini juga yang membuat tumbuh suburnya korupsi dibirokrasi dan oknum penegak hukum saat ini, serta disektor swasta,” cetusnya.

Pemerintah Cermari Omnibus Law

Pemerintah juga dituntut untuk mencermati kembali Omnibus Law. Pasalnya, ada yang kurang pas di dalamnya.

Seperti di bidang keuangan negara, tenaga kerja asing dan dibidang pendidikan.

Namun itu semua dapat diajukan ke Mahkama Konstitusi (MK) untuk uji materiel dibeberap pasal dalam UU Omnibuslaw.

“Memang banyak pihak yang berkepentingan akan kehilangan pengaruhnya karena penyesuaian aturan lama ke aturan yang baru disetarakan,”

ADVERTISEMENT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ADVERTISEMENT

Terkini

Empat Poin Penting Penanganan Longsor Tana Toraja yang Jadi Prioritas

Menko PMK, Muhadjir Effendy menyampaikan membeberkan empat poin penanganan longsor Tana Toraja yang jadi prioritas.
ADVERTISEMENT

Populer

Berita Terkait

ADVERTISEMENT