LAYAR NEWS, BULUKUMBA – Universitas Muhammadiyah Bulukumba (UMB) akan menggelar pemilihan serentak Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presma BEM, serta pemilihan Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (Himaprodi) Ilmu Aktuaria dan Peternakan pada Senin, 14 Oktober 2024.
Rencana pemilihan kali ini mendapat sorotan terkait penggunaan Sistem Informasi Pemilihan Kampus Inovatif (SIPAKI), sebuah aplikasi digital yang menggantikan metode pemilihan konvensional dengan kertas suara.
Sistem ini dirancang untuk menyederhanakan proses pemungutan suara dan meningkatkan efisiensi. Namun, kehadiran SIPAKI justru memunculkan kekhawatiran di kalangan mahasiswa.
Riswandi, salah satu mahasiswa Ilmu Aktuaria, mengungkapkan keresahannya terhadap penggunaan SIPAKI.
Menurutnya, sistem tersebut membuka peluang terjadinya kecurangan.
“Potensi kecurangan bisa terjadi karena sistem ini dipegang oleh provider. Hal ini membuka celah penyalahgunaan, sehingga bisa menguntungkan pihak tertentu,” kata Riswandi.
Ia juga menyoroti risiko peretasan dalam penggunaan sistem digital.
“Sebagus apa pun sistem yang diterapkan, tetap ada potensi diretas. Seharusnya pemilihan ini menjadi momen demokrasi di kampus, tetapi dengan sistem seperti ini malah bisa merusak tatanan demokrasi yang kita junjung tinggi,” ujarnya.
Riswandi berharap pemilihan kembali menggunakan metode kertas suara demi menjaga integritas dan kepercayaan mahasiswa terhadap hasil pemilihan. Ia juga menegaskan pentingnya independensi Panitia Pemilihan (Panlih).
“Panlih sebagai pemegang kewenangan tertinggi tidak boleh menerima intervensi apa pun. Mereka harus segera mengambil tindakan sebelum masalah ini semakin rumit,” tambahnya.
Meski demikian, Panlih dilaporkan sudah menyelesaikan persiapan teknis SIPAKI untuk digunakan dalam pemilihan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut bagi mahasiswa.
Riswandi juga mempertanyakan keputusan mendadak Panlih yang menerapkan SIPAKI pada pemilihan ketua Himaprodi, terutama di Prodi Ilmu Aktuaria.
“Kami sempat mendengar kabar bahwa pemilihan ketua Himaprodi akan tetap menggunakan kertas suara. Tapi tiba-tiba, tanpa komunikasi lebih dulu, Panlih memutuskan semuanya beralih ke SIPAKI. Ironisnya, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Prodi Ilmu Aktuaria hanya 115 orang, namun Panlih tidak sanggup menyiapkan kertas suara. Ini sangat disayangkan,” ujarnya.
Dengan berbagai pro dan kontra yang mencuat, mahasiswa berharap Panlih dapat meninjau kembali keputusan ini demi memastikan pemilihan berjalan transparan dan demokratis.
Situasi ini juga menjadi ujian bagi kampus dalam memadukan teknologi dan prinsip demokrasi tanpa mengorbankan integritas pemilihan.(*)