LAYAR.NEWS, Makassar — Rekomendasi dugaan pelanggaran aturan proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) melalui fit and proper test oleh Komisi A DPRD Sulsel pada 16-17 April 2024 rupanya tak diterima oleh Pj Gubernur Sulsel, Zudan Arif Fakrulloh.
Rekomendasi itu sebelumnya diterbitkan oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Sulsel. Rekomendasi sedianya menjadi pertimbangan sebelum Pj Gubernur melantik tujuh komisioner KPID Sulsel. Namun, Zudan berdalih tak menerima rekomendasi itu dari pimpinan DPRD Sulsel.
Rekomendasi dari BK DPRD berkaitan hasil penelusuran dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran aturan. “Pak Ni’matullah hanya menyampaikan tujuh nama itu untuk diproses lebih lanjut, (rekomendasi BK) tidak ada,” kata Zudan dalam siaran pers yang diterima dari Koalisi Jurnalis Peduli Penyiaran (KJPP) Sulsel, Senin, 14 Oktober 2024, malam.
Menurut Zudan, bila melihat sistem dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) hasil seleksi tersebut yang diakui hanya dari DPRD Sulsel. Selanjutnya, DPRD Sulsel diwakili oleh unsur pimpinan menyerahkan hasil dan bukan alat kelengkapan dewan.
“Oleh karena itu, saya berpandangan dan berpedoman pada aspek hukumnya. Nah, oleh karena itu, dengan diusulkannya oleh Pak Ni’matullah, tujuh anggota yang sudah dipilih oleh DPRD, maka saya melanjutkan prosesnya (dilantik),” papar dia.
Mantan Pj Gubernur Sulawesi Barat ini mengatakan, dengan hasil yang disampaikan pimpinan DPRD Sulsel maka dilanjutkan dengan proses administrasinya sesuai dengan Peraturan KPI.
Soal rekomendasi dari BK DPRD apakah ada diterima atau diteruskan ke Pemprov Sulsel, kata Zudan, tidak ada dan hanya menerima tujuh nama calon KPID Sulsel yang dinyatakan lulus seleksi fit and proper test dari DPRD.
“Kan sudah dipatahkan oleh unsur pimpinan sendiri. Pak Ni’matullah meminta pak gubernur melanjutkan prosesnya (pelantikan),” ungkap mantan Pj Gubernur Gorontalo ini menanggapi pertanyaan wartawan soal pelantikan.
Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan Kemendagri ini berdalih, bahwa sudah menjalankan aturan sesuai dengan kapasitasnya. Selain itu, tidak ada rekomendasi diserahkan pimpinan DPRD sehingga dianggap tidak ada masalah.
“Saya tidak berpolitik di sini. Aturan yang mengatakan bahwa yang diusulkan oleh DPRD, diproses secara administratif bukan diverifikasi. Jadi, saya itu Penjabat gubernur melanjutkan proses,” katanya lagi.
Sebelumnya, Pimpinan DPRD Sulsel Ni’matullah Erbe kepada wartawan berjanji menyerahkan hasil rekomendasi BK DPRD Sulsel berkaitan dengan dugaan pelanggaran aturan dan cacat prosedural seleksi KPID kepada Pemprov Sulsel.
Tetapi belakangan terungkap tidak ada rekomendasi BK yang disetorkan ke Pj Gubernur. “Kemungkinan kita serahkan dalam bentuk memori (dokumen), kan ini akhir masa jabatan. Apakah nanti pak gubernur mau lanjutkan atau tidak, itu urusannya dia. Tapi kita tidak boleh meninggalkan ini terbengkalai,” katanya kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis, 19 September 2024.
Menurut dia, tidak adil bila meninggalkan persoalan di masa akhir jabatan, kemudian membebankan kepada anggota DPRD baru yang tidak mengetahui persoalan yang sebenarnya. Ia pun telah membuat catatan kronologi setebal enam halaman menjelaskan persoalan serta hasil pemeriksaan Badan Kehormatan (BK) DPRD Sulsel.
“Apakah nanti pak gub mau melanjutkan (pelantikan) atau ulang (seleksi), ini sudah saya bikin kronologi, saya jelaskan lengkap. Bagaimana prosesnya, apa masalahnya. Terserah kesimpulannya apa mau dilantik, ditetapkan, di pending tergantung kebijakannya,” katanya.
Secara terpisah, Koordinator KJPP Muhammad Idris menyesalkan tindakan mantan pimpinan DPRD Sulsel tersebut tega mengkhianati perjuangan dalam mengungkap kebenaran. Padahal Ni’matullah sudah berjanji menyerahkan rekomendasi BK DPRD Sulsel sebagai bahan pertimbangan kepada Pj Gubernur agar tidak melantik komisioner KPID.
“Ternyata perjuangan teman-teman jurnalis telah diabaikan. Pantas saja, Pj Gubernur tidak bergeming karena tidak menerima hasil rekomendasi BK, dan hanya menerima nama-nama mereka. Kami tidak tahu apa alasan dia (Ni’matullah) melakukan hal seperti itu, dan tentu saja perjuangan kami dikhianati di akhir masa jabatannya,” ucapnya.
Selain itu,berdasarkan bukti-bukti yang diserahkan KJPP Sulsel ke BK DPRD Sulsel beberapa waktu lalu hingga ditindaklanjuti melalui rekomendasi bahwa ada pelanggaran dilakukan Komisi A DPRD Sulsel selaku penyelenggara Fit and Proper test atau uji kelayakan, karena tidak dilaksanakan secara terbuka tapi tertutup.
Selanjutnya, tidak bekerja sama dengan jasa penyiaran publik, jasa penyiaran swasta maupun jasa penyiaran komunitas dan jasa penyiaran berlangganan sebagaimana diatur UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Dijelaskan pada Bab III, Penyelenggaraan Penyiaran, Bagian Ketiga, Jasa Penyiaran, pasal 13, nomor 2. Dan Penyelenggaraan Penyiaran, Bagian Kedua, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pasal 10, nomor 1 tentang syarat menjadi anggota KPI, KPID.
Disebutkan dalam huruf (f) memiliki kepedulian, pengetahuan dan/atau pengalaman dalam bidang penyiaran serta huruf (i), bukan pejabat pemerintah. Selanjutnya, poin C, Tidak menyiarkan secara langsung proses fit and proper tes, baik di melalui laman resmi DPRD Sulsel maupun laman resmi KPI Daerah Sulsel.
Bahkan saat pelaksanaan tes KPID maupun KI jurnalis tidak diberi ruang meliput karena tertutup. Ironisnya, nilai tes skoring tidak ditampilkan, bahkan dua hari seusai tes, Komisi A malah mempublish tujuh nama yang lolos tanpa sepengetahuan pimpinan DPRD selaku juru bicara untuk mengumumkan hasil.
Bukti lainnya, dari penelusuran KJPP ditemukan satu komisioner inisial HMK yang diluluskan masih berstatus ASN menjabat Kepala Bidang Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kabupaten Jeneponto. Bahkan satu komisioner lainnya inisial P diduga ikut berpolitik praktis fotonya viral ikut bersama paslon gubernur dan wakil gubernur tertentu.
Dari tujuh nama-nama yang dilantik tersebut, ungkap Idris, tidak ada satupun yang memiliki latar belakang atau pengetahuan tentang penyiaran sehingga diragukan kapasitasnya saat menjalankan tugasnya.
Lembaga penyiaran swasta akan diawasi oleh komisioner yang cacat prosedural. “Dampaknya ke depan dapat berakibat fatal kepada lembaga penyiaran, apalagi saat ini di Sulsel sedang berlangsung Pilkada serentak, rawan dipolitisasi.”