fbpx
No menu items!
ADVERTISEMENT

Gugatan Ditolak: Pileg 2024 Tetap Gunakan Sistem Pemilu Terbuka, Caleg Tetap Dicoblos

Promo

ADVERTISEMENT

LAYAR NEWS — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan sistem sistem pemilu, sehingga pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6/2023).

Dalam putusan tersebut, Hakim MK Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan tersebut juga menegaskan bahwa politik uang dapat terjadi dalam semua sistem pemilu, baik itu menggunakan sistem proporsional terbuka maupun proporsional tertutup.

ADVERTISEMENT

“Pilihan terhadap sistem pemilihan apapun, sama-sama berpotnensi terjadinya praktik politik uang,” ujar hakim MK Saldi Isra.

Oleh karena itu, MK memerintahkan tiga langkah dalam memerangi politik uang. Pertama, partai politik (parpol) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus melakukan perbaikan dan berkomitmen untuk tidak menggunakan politik uang. Kedua, penegakan hukum harus dilaksanakan.

“Tanpa membeda-bedakan latar belakangnya,” ujar Saldi.

ADVERTISEMENT

Ketiga, penting bagi masyarakat untuk diberikan kesadaran dan pendidikan politik agar tidak menerima politik uang. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama partai politik, masyarakat sipil, dan masyarakat umum. MK menegaskan dengan tegas bahwa politik uang tidak dapat diterima sama sekali.

Baca juga:  Mantan Rektor Unhas Idrus Paturusi Positif Corona?

Saldi Isra mengatakan politik uang sifatnya struktural, bukan karena sistem pemilu yang digunakan. Menurutnya tidak bisa dijadikan dasar karena sistem pemilihan tertentu.

MK juga menilai bahwa untuk mencegah pragmatisme calon legislatif (caleg) dan partai politik, parpol harus memiliki mekanisme yang dapat digunakan untuk menentukan nomor urut calon, seperti menggunakan pemilihan pendahuluan atau mekanisme lainnya. Langkah ini dianggap penting dalam upaya menghindari praktik pragmatisme dalam proses penentuan nomor urut caleg.

ADVERTISEMENT

“Berlakunya syarat dimaksud tidak hanya didasarkan kepada kesadaran politik, namun apabila suatu waktu ke depan pembentuk UU mengagendakan revisi atas UU 7/2017, persyararatan tersebut dimasuka dalam salah satu materi perubahan,” pungkas Saldi Isra.

Sebagaimana diketahui, gugatan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 itu didaftarkan oleh 6 orang pada 14 November 2022. Mereka berharap MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Keenamnya yaitu:

  1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
  2. Yuwono Pintadi
  3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
  4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
  5. Riyanto (warga Pekalongan)
  6. Nono Marijono (warga Depok)
Baca juga:  Ini Cara Gubernur Sulsel Selamatkan Ekosistem di Laut

Apa Alasan Mengapa Meminta Sistem Proporsional Tertutup?

  1. Parpol mempunyai fungsi merekrut calon anggota legislatif yang memenuhi syarat dan berkualitas. Oleh sebab itu parpol berwenang menentukan caleg yang akan duduk di lembaga legislatif.
  2. Sistem proporsional tertutup memiliki karakteristik pada konsep kedaulatan parpol. Parpol memiliki kedaulatan menentukan kadernya duduk di lembaga perwakilan melalui serangkaian proses pendidikan dan rekrutmen politik yang dilakukan secara demokratis sebagai amanat UU Parpol. Dengan demikian, ada jaminan kepada pemilih calon yang dipilih parpol memiliki kualitas dan kemampuan sebagai wakil rakyat.
  3. Pada hari ini, pemilu dilakukan dengan proporsional terbuka/suara terbanyak perseorangan. Pada pokoknya menempatkan individu sebagai peserta pemilih sebenarnya. Parpol kehilangan maknanya dengan hadirnya norma-norma liberal, menjunjung tinggi elektabilitas perseorangan, daripada sistem kepartaian. Hal ini dikarenakan tidak ada perintah dari konstitusi untuk memerintahkan adanya bentuk pemilu yang proporsional terbuka yang dilanjutkan dengan suara terbanyak.
  4. Pemohon selaku pengurus parpol, dengan berlakunya norma pasal a quo berupa sistem proporsional berbasis suara terbanyak ini telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya modal ‘populer dan menjual diri’ tanpa ikatan dengan ideologi dan struktur parpol.
  5. Caleg dengan sistem proporsional tertutup tidak memiliki ikatan dengan ideologi dan struktur parpol, tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi parpol atau organisasi berbasis sosial politik.
  6. Akibat sistem proporsional terbuka, saat menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah mewakili organisasi parpol. Namun aslinya mewakili dirinya sendiri. Oleh karena itu, seharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi dan pembinaan ideologi partai.
  7. Proporsional terbuka melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas. Yakni menempatkan kemenangan individual yang total dalam pemilu. Padahal seharusnya kompetisi terjadi antar parpol di arena pemilu sebab peserta pemilu adalah parpol, bukan individu sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 22E ayat 3 UUD 1945.
Baca juga:  Pemkot Makassar Dukung Proyek Kereta Api, Sesuaikan Tata Ruang Kota Makassar

Sidang berlangsung secara maraton hingga 16 kali sidang. Di luar sidang, 8 Fraksi DPR menolak MK mengembalikan pemilu ke sistem proporsional tertutup.

ADVERTISEMENT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ADVERTISEMENT

Terkini

Warga Bulukumba Modifikasi Mobil BBM ke Gas Elpiji

Seorang warga asal Kabupaten Bulukumba, Sulsel, Sofyan memodifikasi mobil berbahan bakar minyak (BBM) ke gas elpiji
ADVERTISEMENT

Populer

Berita Terkait

ADVERTISEMENT